Monday, January 3, 2011

Sastrawan: Pakai Istilah Bahasa Inggris itu 'Genit'


JAKARTA - Penggunaan istilah asing menggantikan bahasa Indonesia sudah menjadi hal biasa, tidak hanya di forum informal, namun juga di forum resmi.

Sastrawan Remy Silado menilai, maraknya penggunaan istilah berbahasa Inggris, antara lain tidak lepas dari peran para lulusan Amerika yang membawa kosa kata itu dalam budaya pergaulan resmi atau tidak resmi di Indonesia.

“Karena para sarjana kita yang bersekolah di Amerika, mereka terbiasa dengan anglo-Amerika. Padahal bahasa-bahasa anglo-Amerika sebenarnya ada yang bukan dari bahasa Inggris baku,” jelas pria yang pernah menjadi wartawan di beberapa media nasional ternama ini kepada okezone, semalam.

“Semisal, kita lebih sering mendengar istilah keynote speaker ketimbang pembicara kunci. Sepertinya agak berat menggunakan istilah bahasa Indonesianya,” sambungnya.

Menurut Remy, masih ada cara lain untuk mempertahankan istilah dalam bahasa Indonesia, ketimbang memilih bahasa asing. Penggunaan serapan, lanjut dia, harus dibiasakan.

“Enggak ada masalah kalau menyerap dari bahasa asing, matikan istilah asing dan sesuaikan dengan ejaan kita sesuai dengan bahasa Melayunya, seperti discount kita ucapkan ‘diskon’. Kita juga sudah mengenal serapan sejak penjajahan Portugis, Belanda, sampai Prancis. Kita bakukan dalam ejaan bahasa-bahasa itu, seperti rodi dan kutang kan kita ambil dari Prancis sewaktu zaman Gubernur Daendels,” jelasnya.

Remy mencontohkan teks proklamasi yang dibacakan Soekarno dan Hatta yang sebagian besar menggunakan istilah serapan.

“Kita melihat misalnya harkat kebangsaan dalam teks proklamasi. Tata bahasa yang menggunakan Melayu hanya ‘yang’. Proklamasi sudah banyak menggunakan istilah Belanda dan bahasa sansekerta. Kalimat “tempo sesingkat-sengkatnya” sudah bahasa serapan,” terangnya.

Remy menyesalkan penggunaan istilah asing yang digunakan pejabat negara maupun instansi pemerintah yang dapat memberikan contoh buruk bagi masyarakat. Penggunaan istilah asing, kata dia, dikhawatirkan menjadi pembenaran sehingga secara perlahan bahasa Indonesia akan dipinggirkan.

“Tidak bisa dibenarkan istilah asing itu oleh siapa pun, walau pun pejabat. Apalagi banyak contoh yang digunakan pemerintah. Istilah-istilah three in one, u turn, under pass, ada juga busway. Pusat bahasa sudah berkali-kali mengkritik Pemda DKI Jakarta untuk mengganti penggunaan busway. Semuanya harus dihilangkan, jangan malu menggunakan bahasa kita sendiri. Pakai bahasa asing itu sama saja genit,” tegasnya.

No comments:

Post a Comment